![]() |
TPS Perumnas Kota Cirebon (Doc. Pribadi) |
Tahun 2008. Chaidir Sudrajat (60) resah. Tempat tinggalnya di RW 08 Merbabu Asih, Kelurahan Larangan, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, senantiasa menebar bau busuk yang mencokok hidung. Ini dikarenakan rumah Chaidir hanya berjarak sekira 100 meter saja dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sampah warga sekitar Perumnas, Kota Cirebon. Tentu saja, kumuh, kotor, bau, adalah tiga kombinasi yang menjadi pemandangan Chaidir setiap harinya. Selama bertahun-tahun Chaidir harus rela hidup berdampingan dengan gundukan sampah yang menebar aroma tak sedap hingga radius 500 meter.
Chaidir pun memutar otak. Ia tak ingin selamanya hidup dalam kutukan kubangan sampah. Tetapi ia juga tak mau hanya merutuki kegelapan itu tanpa mau melakukan perubahan nyata secuilpun. Berangkat dari keresahan itu, bersama istrinya Dedeh Kurnia Illahi (48) dan sesepuh kampung Agus Salim (65), Chaidir mengajak masyarakat Merbabu Asih untuk bersama mengatasi problematika lingkungan yang selama ini melilit mereka. Pelan tapi pasti, gayungpun bersambut. Masyarakat Merbabu menyambut baik ide Chaidir dan Agus.
![]() |
Beberapa Sisi Kampung Merbabu Kini (Doc. Pribadi) |
Tak hanya masyarakat, Fasilitator Kelurahan (Faskel) Kampung Siaga Kelurahan Larangan, Iwan Ridwan, juga mengamini ide tersebut. Dengan restu Lurah Larangan saat itu, Sutisna, dan Faskel Kampung Siaga, warga Merbabu untuk awal kalinya dipertemukan dengan Pihak Dinas Kesehatan Kota Cirebon. Dari pertemuan awal inilah, warga RW 08 Merbabu Asih, Faskel Kampung Siaga, Lurah, dan Pejabat Dinas Kesehatan Kota Cirebon bersepakat membuat embrio komunitas warga peduli lingkungan.
Tepat pada Mei tahun 2010 warga Merbabu melahirkan janin perkumpulan peduli lingkungan. Janin itu diberi nama Semoga Cepat Rapih Pekarangan Asri Gemerlap Indah atau lazim disingkat Secerah Pagi. Nama ini tentu bukan sekedar nama layaknya sabda William Shakespeare: apalah arti sebuah nama. Melainkan lebih dari itu: sebuah upaya, doa, dan cita-cita. Warga yang tergabung dalam Secerah Pagi bersepakat untuk menciptakan sebuah tempat tinggal yang disamping sehat dan sejuk, juga indah.
Tetapi tekad semata tentu tidak cukup. Cita-cita besar senantiasa menuntut pengorbanan yang juga besar. Oleh sebab itu Secerah Pagi rela melakukan studi banding ke kampung Sukunan dan Gondolayu di Jogjakarta demi mendapat “master plan” yang kelak akan diterapkan di kampungnya. Sepulang dari Jogjakarta, Secerah Pagi memperoleh banyak inspirasi dan pelajaran berharga. Di antarnya adalah inspirasi menjadikan sampah sebagai ladang mendulang kreativitas, bukan melulu sebagai bom waktu lingkungan. Dari Jogjakarta pula pada akhirnya Secerah Pagi membentuk empat gugus kelompok kerja. Masing-masing adalah: unit komposting, kerajinan limbah, rekayasa, dan pelatihan.
Untuk langkah awal mereka berniat membuat Bank Sampah yang representatif. Berdasar rencana, di tempat itu nantinya akan dipilah sampah organik maupun non-organik. Sampah organik akan dijadikan sebagai pupuk (kompos) yang ramah alam. Sedangkan yang non-organik akan kembali diolah menjadi karya-karya kreatif semacam tas plasik, kotak pensil, dompet, maupun mainan anak-anak. Langkah ini tentu jitu. Sebab di samping akan mempercantik lingkungan, juga sanggup memberdayakan kreativitas masyarakat.
Bank Sampah ini belakangan diberi nama Bank Sampah Secerah Pagi (BSSP). Pada 2014 jumlah nasabah BSSP telah mencapai angka 106 nasabah. Limbah padat hasil rumah tangga yang dikumpulkan kemudian dipilah sesuai jenis sebelum dijadikan kerajinan limbah atau dijual kembali ke pengepul sampah. Sampah organik dijadikan kompos dan dibagikan kepada warga secara cuma-cuma untuk menanam aneka tetumbuhan. Disamping mendatangkan berkah secara ekonomi, kegiatan ini terbukti memaksimalkan pengurangan jumlah sampah rumah tangga. Hingga Juli 2016 saja, sebanyak 12,60 m3sampah telah terjual ke pengepul.
Agar gerakan ini lebih massif dan sistematis, Secerah Pagi menggandeng beberapa korporasi yang memiliki visi sama dalam hal kepedulian lingkungan. Yang pertama kali terbersit dalam pikiran anggota komunitas tak lain adalah Asuransi Astra Buana (AAB) Garda Oto di Jalan R.A. Kartini, Kejaksan, Kota Cirebon. AAB merupakan salah satu anak perusahaan Astra Internasional di bidang jasa pelayanan finansial. Pilihan ini tentu bukan tanpa alasan. Sebab dalam benak mereka, sudah setengah abad lebih Astra mendarmabaktikan dirinya dalam program pelestarian lingkungan. Bahkan lingkungan menjadi salah satu visi yang digenggam erat Astra sejak awal.
![]() |
Chaidir Mengambil Limbah Asuransi Astra (Doc. Secerah Pagi) |
Benar saja, AAB langsung mengamini ajakan kerjasama tersebut. Terhitung sejak Juli 2014 hingga kini, secara rutin AAB senantiasa mengirimkan limbah plastik dan kertasnya ke warga Merbabu Asih untuk diolah menjadi kompos maupun produk-produk kreatif. Tak hanya itu, satu bulan setelahnya (Agustus 2014), AAB juga memberikan ratusan pohon untuk penghijauan warga Merbabu. “Dengan bantuan suplai limbah secara rutin dan ratusan bibit pohon ini, kami seperti telah memiliki ikatan emosional dengan Astra”, ucap Chaidir lirih lantaran haru(09/12).
![]() |
Asuransi Astra Memberikan Ratusan Bibit Pohon (Doc. Secerah Pagi) |
Chaidir juga menambahkan, Astra seperti tak pernah lelah untuk terus berbagi inspirasi dan motivasi pada warga Merbabu Asih demi meningkatkan sumber daya manusia dan lingkungan yang berkualitas. Ini terbukti, sejak AAB menggeliatkan kerjasama dengan Secerah Pagi, progres penghijauan di kampung Merbabu mengalami peningkatan yang amat signifikan. Dari asupan motivasi yang ditiup AAB, Secerah Pagi tak hanya menggeliatkan program Bank Sampah, tetapi juga meluas ke program pembuatan komposting, aneka macam kerajinan limbah, dan memperbanyak area lahan resapan. “Saya bersaksi, Astra adalah perusahaan yang sangat peduli pada lingkungan”, tutur Chaidir.
Khusus untuk memperluas lahan resapan, Secerah Pagi mengejawantahkan program 1) pembuatan sumur resapan biopori di tiap halaman rumah dan sekolah. 2) Tidak menghabiskan semua lahan untuk ditanami bangunan, melainkan menyisakan lahan terbuka untuk resapan air. 3) Memilih paving block untuk jalan dan halaman, bukan semen atau aspal dengan tujuan agar air hujan sanggup meresap dengan cepat. Terakhir, 4) tidak sembarangan mengambil air dalam tanah (artesis) karena dalam jangka panjang akan menyebabkan intrusi air laut.
Untuk program komposting dan biopori, Jamal (61) adalah panglimanya. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) asli Palembang ini begitu berapi-api jika sudah membahas ihwal produksi kompos. Di depan rumahnya berjejer deretan aneka macam kompos dari ukuran kecil (5 Kg) hingga ukuran besar (25 Kg). “Dari Pemerintah Kota sampai mahasiswa kerap membeli produk kompos kami seharga lima puluh ribu per tabung ukuran 25 Kg”, ucap Jamal dengan bangga. Bahkan demi mengkampanyekan program kompos lebih nyaring, Jamal meletakkan tong sampah “daur ulang” di setiap lekukan jalan kampung Merbabu.
Di bidang kerajinan limbah, Agam Eko Wibowo (37) adalah maestronya. Karena bakat artistik yang dimiliki, Agam dipercaya oleh Secerah Pagi untuk menangani “Bengkel Seni” tempat memproduksi olahan limbah menjadi pelbagai produk kreatif yang menawan. Pria yang memiliki prinsip “tak ada satupun hal yang sia-sia di muka bumi ini” itu memang mencengangkan. Kita akan dibuat terpana oleh aneka kreativitas yang lahir dari tangan dinginnya. Dari mulai tas yang terbuat dari limbah bungkus plastik, jam yang berasal dari limbah kepingan CD, hingga pot bunga cantik yang tercipta dari sepatu bot bekas. Bahkan lantaran keuletan dan kepiawaiannya, kini anak-anak sekolah di sekujur kota Cirebon acap kali datang ke Bengkel Seni Secerah Pagi hanya demi menimba ide kreativitas pada Agam.
Produk kreasi Agam beserta kawan-kawan Secerah Pagi lazimnya dipasok ke sekolah-sekolah, dinas-dinas pemerintahan (utamanya Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya dan Pariwisata kota Cirebon), dan tamu yang berkunjung ke kampung Merbabu. Tak jarang, produk kreasi Secerah Pagi juga diikutkan dalam pameran-pameran produk ekonomi kreatif bergengsi di Kota Cirebon. Harganya begitu variatif. Dari lima ribu hingga ratusan ribu rupiah. Tak puas dengan pencapaian ini, ke depannya, Secerah Pagi bahkan tengah mempersiapkan koperasi yang representatif sebagai etalase karya-karya kreatif warga yang berasal (nyaris seluruhnya) dari olahan sampah. Untuk langkah ini, Secerah Pagi sudah menyiapkan diri untuk mengkonsultasikannya ke pihak AAB.
“Pada dasarnya Astra senantiasa terbuka untuk bersinergi dengan pihak manapun. Untuk lingkungan, kami menyasar kampung Merbabu. Tapi kontribusi sosial yang lain juga kami laksanakan. Misalnya kami membuat Posyandu di Desa Dawuan, Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon. Bahkan, ketika isu investasi bodong merebak di kota ini, beberapa bulan yang lalu kami bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggagas acara literasi keuangan di RW 15 kampung Permata, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Tujuannya agar masyarakat melek dunia ekonomi. Khusus untuk Merbabu kami tak menutup kemungkinan akan menjalin kerjasama yang lebih luas lagi ke depannya. Karena CSR kami juga memiliki Income Generating Activities (IGA) yang fokus di pemberdayaan UMKM”, ujar Branch Manager Asuransi Astra Cirebon, Iyus Suryaman (30), kepada penulis (15/12).
Kampung Iklim
Jika Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mencanangkan Program Kampung Iklim (ProKlim) pada tahun 2012, warga Merbabu melalui Secerah Pagi justru telah memulainya sejak tahun 2010. Dari tahun 2010 hingga kini mereka telah melakukan kegiatan komposting, kerajinan daur ulang, kegiatan Bank Sampah, biopori dan penghijauan terpadu. Dan upaya Secerah Pagi selama bertahun-tahun itu berbuah manis. Kini Merbabu bermetamorfosa menjadi kampung hijau nan semerbak menyejukkan. Sejauh mata memandang hanya penghijauan yang terlihat terang membentang.
Tak hanya penghijauan, daur ulang sampah organik yang menjadi kompos bermutu juga menumbuhkan tanaman-tanaman bernilai ekonomis tinggi. Di antaranya adalah budi daya tanaman Bunga Rosella. Warga mengolah ekstrak Bunga Rosella menjadi sirup yang di samping nikmat juga menyehatkan. “Sirup yang kami olah dari ekstrak bunga Rosella ini berkhasiat sebagai sumber anti oksidan, pencegahan kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menurunkan tekanan darah, dan diet alami”, tutur Chaidir bersemangat.
Tidak berhenti di situ, para aktivis Secerah Pagi juga tak segan untuk menjadi suluh inspirasi bagi daerah lain yang hendak mengikuti jejak kampung Merbabu. Sudah tak terhitung jumlah kunjungan ke Merbabu, baik untuk menimba ilmu atau sekadar mengapresiasi. Dari komunitas pecinta lingkungan, kalangan akademisi, instansi pemerintah hingga swasta. Dari aparatur pemerintah tercatat misalnya kunjungan dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Tengah, BPLHD Cilegon, BPLHD Bogor, BPLHD Provinsi Bangka Belitung, dan rombongan dari Asosiasi Pemerintahan Kota Seluruh Indonesia (APEKSI).
Dari kalangan akademisi dan komunitas terdapat rombongan mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, mahasiswa Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Bandung, mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Jakarta, mahasiswa Universitas Negeri Semarang (UNES), mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC), mahasiswa Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon, Yayasan Kuntum Cemerlang Bandung, House Charity Foundation se-wilayah III Cirebon, Karang Taruna Kabupaten Kuningan, dan banyak lagi.
Tetapi yang paling mengesankan bagi anggota Secerah Pagi hingga kini adalah dua hal. Pertama momentum datangnya empat puluh pemulung dari sebuah TPS yang singgah ke Merbabu demi mempelajari proses daur ulang sampah hingga pelbagai trik mengolahnya menjadi kerajinan. Ini terjadi pada tahun 2013. Kedua, ketika Secerah Pagi diberi kesempatan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai salah satu pemateri pada kegiatan Climate Week 2015 dengan tema Building Climate Change at Regional, National and Local Level.
Menjadi Pembicara Climate Week 2015 (Doc. Secerah Pagi) |
Even prestisius yang menggandeng United Nations Development Programme (UNDP) dan Indonesia Climate Alliance (ICA) ini diselenggarakan di Jakarta pada Oktober 2015 lalu. Paper mereka yang bertajuk Inisiatif Komunitas untuk Ketahanan Wilayah Perkotaan: Pembelajaran dari Program Desa Berketahanan Iklim RW 08 Merbabu Asih Kota Cirebon sanggup membuat pembicara lain dan peserta yang hadir berdecak kagum.
Kian sohornya Secerah Pagi juga membuat komunitas ini kenyang mengunyah penghargaan. Misalnya, nominasi Lomba PKK aspek Lingkungan Bersih dan Sehat Tingkat Provinsi Jawa Barat (2010), Juara 1 Lomba Penilaian Sinergitas dalam Pencapaian Target Indeks Pembangunan Manusia Tingkat Jawa Barat (2010), penghargaan dari Walikota Cirebon di bidang Tatanan Permukiman Sarana dan Prasarana Sehat (2013), penghargaan sebagai pendukung Kota Sehat Pemerintah Kota Cirebon (2013), penghargaan sebagai Inspirasi Pemuda dalam Upaya Penyelamatan Lingkungan dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) daerah (2014), Adiupaya Puritama tingkat Nasional (2014), dan penghargaan Program Kampung Iklim (ProKlim) dari Kementerian Lingkungan Hidup (2014).
![]() |
Chaidir, Agam dan Jamal (Doc. Pribadi) |
Asuransi Astra Buana Cirebon juga tak lupa memberikan apresiasi dan penghargaan terhadap Merbabu sebagai Kampung Ramah Lingkungan Asuransi Astra (KARINA) pada Mei 2016 lalu. “Penghargaan KARINA ini baru pertama kali untuk Kota Cirebon. Tujuan Astra memberikan penghargaan tersebut adalah agar daerah-daerah lain di Kota Cirebon juga mengikuti jejak langkah yang sama dengan kampung Merbabu”, ucap Iyus yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Grup Astra wilayah Cirebon.
![]() |
Penghargaan KARINA Asuransi Astra (Doc. Pribadi) |
Sungguh sebuah capaian yang mencengangkan. Kesungguhan mereka dalam merawat lingkungan menjadikan Secerah Pagi kerap didaulat sebagai duta lingkungan yang siap berbagi dengan siapapun. “Dulu kami menganggap sampah sebagai musibah. Kini kami mengapresiasi sampah sebagai anugerah”, ucap Chaidir mengenang masa-masa sulit perjuangan menegakkan lingkungan yang sehat bersama teman-temannya.
Kampung Bhinneka
Tak hanya berpredikat sebagai kampung iklim, Merbabu juga tidak berlebihan jika disebut sebagai kampung bhinneka. Pasalnya, kampung Merbabu ini dihuni oleh manusia yang berasal dari pelbagai etnis dan agama yang berbeda-beda. Islam, Kristen, Hindhu, Budha semua membaur menciptakan harmoni bianglala ke-Indonesiaan yang paripurna.
![]() |
Keunikan Vihara Bodhi (Doc. Pribadi) |
Di RW 08 saja sekurangnya terdapat empat tempat ibadah dari agama yang berbeda. Di jalan Bali kampung Merbabu terdapat Pura Agung Jati Pramana. Tepat di depan Pura berdiri Panti Wreda Kasih milik Gereja Kristen Indonesia (GKI) yang berbasis di Pengampon, Kota Cirebon. Persis di belakang panti terdapat Vihara super luas bernama Bodhi Sejati. Vihara ini cukup unik lantaran begitu akulturatif terhadap kebudayaan lokal maupun unsur-unsur agama lain. Terbukti, di samping terdapat patung Bunda Maria juga ada foto Wali Sanga yang menyebarkan agama Islam di tatar Jawa. Terakhir, tepat di belakang Pura Jati Pramana juga terdapat sebuah Masjid Hijau milik warga muslim kampung Merbabu.
Kendati tak pernah menelaah materi pluralisme maupun multikulturalisme secara mendalam, toleransi seperti sudah menjadi urat nadi warga Merbabu. Mereka saling bahu-membahu menciptakan lingkungan sosial yang damai, toleran, harmonis, sejuk, dan berkelanjutan demi anak cucu. Ketika Pura tengah mengadakan acara kebudayaan misalnya, warga Muslim, Kristiani, maupun Budhis secara aklamatif membantu mensukseskan pagelaran tersebut. Baik dengan cara menata area parkir maupun menjadi panitia humas.
![]() |
dr. Basuki (Kiri) Pengurus Panti Wreda (Doc. Pribadi) |
Begitu juga ketika warga Kristiani sedang merayakan Natal. Warga dari kalangan Muslim, Budhis, dan Hindu tak segan-segan menjadi “petugas keamanan” dadakan demi kelancaran perayaan Hari Natal. Hal ini diamini oleh dr. Basuki (55), pengurus inti Panti Wreda Kasih. “Iklim persaudaraan yang humanis dan toleran sudah menjadi fitrah warga Merbabu sejak saya bertugas di sini”, ujarnya dengan ramah.
Chandra Suherman (59) juga mengiyakan. Warga asli Kecamatan Tanjung Brebes yang sudah 11 tahun menjadi pengurus Vihara Bodhi Sejati ini mengungkapkan hal yang senada. “Tiap malam Jumat Legi, Vihara selalu kedatangan rombongan tamu dari pelbagai daerah yang hendak bersemadi di Vihara Bodhi. Dan yang menjadi pasukan parkir maupun keamanannya adalah warga Muslim, Kristiani dan Hindu di sini”, terang Chandra.
Bahkan ketika akses jalan menuju Vihara masih berupa jejalan batu dan kerikil, warga Muslim di Merbabu mengupayakan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon agar segera mengaspal akses jalan menuju Vihara. Pada tahun 2012, Pemkot mengamini pengajuan warga Muslim Merbabu. Kini akses jalan menuju Vihara pun mulus dan asri. “Jika sedang Idul Adha, semua warga lintas agama di sini kita bagi daging qurban tanpa terkecuali”, ujar Chaidir meyakinkan. Bahkan dalam waktu dekat, warga Hindu akan mendatangkan ukiran batu langsung dari Bali untuk dijadikan gapura utama kampung Merbabu.
![]() |
Fakta Angka CSR Astra (Doc. astra.co.id) |
AAB pun tak rela ketinggalan momentum untuk berbagi. Demi mempercantik suasana lingkungan, pada bulan Juni tahun ini AAB resmi membuat taman mini nan cantik tepat di akses jalan utama menuju keempat tempat ibadah tersebut. Pembuatan taman ini merupakan salah satu manifestasi program Corporate Social Responsibility (CSR) AAB. Tujuannya sangat mulia: agar warga sekitar bisa memanfaatkan area di sekitar taman untuk pelbagai kegiatan sosial yang positif. Lebih penting dari itu pihak AAB juga berharap taman tersebut mampu menjadi “piagam persatuan” seluruh masyarakat Merbabu yang terdiri dari lintas etnis dan agama. Karena AAB yakin, kampung Merbabu kelak akan menjadi destinasi wisata budaya dan agama yang akan menarik animo pengunjung lebih banyak lagi.
“Keberadaan taman yang representatif juga bisa dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk kegiatan perdagangan atau lainnya pada momentum tertentu sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat. Minimal, kami bisa memberikan inspirasi bagi kalangan dunia usaha agar melakukan hal yang sama atau bahkan lebih”, ujar Iyus Suryaman. Asisten Daerah (Asda) Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Kota Cirebon, Jaja Sulaeman, yang hadir dalam peresmian taman juga berharap apa yang telah digagas Asuransi Astra Buana Cirebon sanggup menjadi contoh bagi perusahaan-perusahaan lain.
Keyakinan AAB memang tak hanya isapan jempol semata. Sejak mendapat pelbagai macam penghargaan, Merbabu kini menjadi laboratorium lingkungan dan kebhinnekaan yang mampu menarik kunjungan banyak orang. Tak hanya dari dalam negeri, bahkan dari luar negeri berbondong menapak-tilasi kampung Merbabu. Di antaranya dari Inggris, Amerika, Kanada, dan Australia. Bahkan beberapa kali kampung Merbabu dijadikan laboratorium riset mahasiswa pascasarjana dari pelbagai universitas. Tak hanya itu, kini banyak sekali sekolah yang menjadikan kampung Merbabu sebagai kiblat percontohan destinasi iklim. Di antaranya SMA 3, SMP 6, dan SMP 8 Kota Cirebon.
![]() |
Beberapa Sisi Taman Asuransi Astra (Doc. Pribadi) |
Tak diragukan lagi, kampung Merbabu merupakan miniatur Indonesia yang telah lama kita impikan bersama: menghargai kebhinnekaan dan mencintai lingkungan. Di tengah maraknya aksi radikalisme (berkedok) agama yang menodai bangsa bhinneka ini, keberadaan kampung Merbabu laksana oase harapan di tengah sahara kekecewaan dan putus asa. Di tengah anomali iklim yang mengancam keberlangsungan lingkungan hidup kita, kampung Merbabu adalah secercah asa merekah yang musti kita teladani bersama.
Seperti diujarkan Miss Shimeem, salah satu pengunjung berkebangsaan Inggris yang singgah ke kampung Merbabu pada 2012 silam. Saat melakukan sesi dialog dengan Miss Shimeem, komunitas Secerah Pagi mengeluarkan seberkas asa. “Kami ingin kampung Merbabu senantiasa menjadi kampung yang indah, asri, damai, dan toleran selamanya. Sehingga sanggup menghadirkan energi positif bagi orang-orang yang datang ke sini”. Sembari menitikkan air mata, Miss Shimeem langsung menimpali harapan tersebut: “ I’ll pray, one day will come true”.
Begitulah setitik riwayat Merbabu sebagai kampung iklim dan bhinneka. Di penghujung pembicaraan yang hangat dan penuh kebersamaan pada Jumat siang itu (09/12), Chaidir, Jamal, dan Agam secara serempak berujar: “Tak hanya memberikan suplai limbah, ratusan bibit pohon, dan pembuatan taman yang indah untuk kampung Merbabu Asih, Astra bagi kami sudah seperti keluarga yang tak pernah lelah untuk senantiasa memotivasi dan mengapresiasi. Terimakasih Astra. Teruslah mewarnai Indonesia”.
Iyus Suryaman dan Mekaelo Marto Aji dari Asuransi Astra (Doc. Pribadi) |
Dari pihak Astra, Iyus Suryaman, juga menyampaikan segurat doa: “Di ulang tahun yang ke-60 ini semoga Astrasenantiasa menjadi lokomotif terdepan dalam menebar manfaat bagi seluruh komponen bangsa dan negara. Karena Catur Dharma selalu mengingatkan kita semua agar terus aktif dalam memberikan kontribusi sosial yang nyata demi kemajuan bersama di hari depan (15/12).”
Ini sangat inspiratif. Semoga Allah senantiasa memberikan ketguhan kepada setiap orang yang ingin menjaga alamnya tetap lestari, kendati berada di tengah arus jajahan modern yang deras sekali. 🙂
Terimakasih deian.
Menjaga lingkungan kini sulitnya seperti menjaga iman.
kapan ya kampung saya di balongan indramayu seperti kampung merbabu? ^_^
Membaca artikel ini jadi iri sama mereka yang lebih dulu berhasil mengatasi masalah sampah dan melakukan perubahan besar bagi masyarakat sekitar. Semoga orang-orang di luar sana–termasuk saya, mau dan mampu melakukan perubahan lingkungan seperti desa Merbabu asih di kota Cirebon.
mari lestarikan alam, mari ambil langkah nyata semoga kita semua dapat mengambil contoh dan pelajaran dari tulisan kisah insfiratif diatas. Semoga masyarakat sekitar dapat terangkat dari segi ekonomi dan menjadi contoh Kampanye bagi daerah lain. Betapa penting nya merawat alam sekitar
Lebih baik berbuat secuil apapun daripada mengutuk kegelapan yang tiada berujung. Itulah iman yang dipegang warga Merbabu.
Terimakasih atas kunjungannya laela rahayu.
Kapan-kapan…. 🙂
Di tengah kota Cirebon yang berambisi menjadi metropolitan baru, dengan permisifnya penanaman hutan beton dan semen, keberadaan Merbabu adalah nyala harapan. Semoga kelurahan lain di kota tercinta ini sanggup menjadikan Merbabu sebagai uswah dalam pelestarian lingkungan.
Sangat menginspirasi Mas, semoga daerah2 lain bisa menyusul..
Terimakasih Mas Masroer. Semoga saja.
Bagus tulisannya, masuk nominasi kayaknya untuk lomba astra
Terimakasih Mas/Mba. Semoga saja. 🙂
Baru tahu di cirebon ada kampung kaya merbabu. itu puranya seperti cirebon rasa bali. hehehe
Disaat kampung-kampung lain masih sibuk dengan masalah sampahnya (bahkan bahu jalan dijadikan TPS dadakan), kampung Merbabu sudah lari seribu langkah dengan sampahnya. masih adakah orang-orang (khususnya warga Gembongan kec. Babakan) yang peduli dengan lingkungannya seperti dikampung Merbabu ?
perumahan tempat saya tinggal sekarang di bekasi jauh dari kata mencintai lingkungan. padahal debit sampah rumah tangganya haduuuuuuh bikin lingkungan jadi kumuh dan kotor. nanti saya usulkan ke pkk deh agar ngunjungi merbabu di cirebon. barangkali aja setelah kunjungan ke sana warga disini ketularan virus mencintai lingkungan.hehehe
Mau ke Merbabu ta? Ayo aa anter. 😀
Mas Mekaelo Marto Aji, kepala CSR Astra Buana Cirebon bidang lingkungan mengatakan: "yang menanggung masalah kutukan sampah ini tak semata hanya warga kota, bahkan lebih-lebih warga Kabupaten Cirebon". Saya mengamini statemen Mas Aji. Jika di kota kutukan gundukan sampah terkonsentrasi di TPS-TPS (misalnya Kesambi dan Perumnas), kalau di Kabupaten, fasilitas publik apapun bisa secara mendadak menjadi TPS. Kesadaran akan lingkungan yang sehat demi kehidupan bersama yang lebih baik, masih jauh dari agenda warga Kabupaten. Tak perlu jauh-jauh, bahkan rerata kampung di Kecamatan kita, dari zaman kolonial hingga sekarang, belum mempunyai TPS yang representatif. Sungguh menggiriskan, bukan?
Problem gundukan sampah menjadi problem semesta yang nyaris merata. Usaha untuk menghalaunya tak bisa dilakukan secara fragmentatif dan karitatif. Harus menyeluruh dan komprehensif.
Wah, kece nih program-programnya Secerah Pagi yang dibantu Asuransi Astra Buana, lingkungan jadi bersih, dan sampah dimanfaatkan untuk jadi duit atau sesuatu yang berguna.
Keren itu pot bunganya memanfaatkan sepatu boot bekas ya, cantik dan jadi bernilai :))
semoga ke depannya CSR AAB juga bisa menyasar ke program-program literasi sastra dan kebudayaan secara umum. agar minat baca di kota tercinta ini kian subur dan asri.
Merbabu sangat menginspiratif untuk kita gali dan dijamah. Segala ihwal tentang merbabu patut kita jadikan contoh. Semoga bisa berhembus terus menuerus untuk menjadi PANUTAN BAGI YANG LAINNYA. Is The Best
pengen main ke sana dan beli mainanya
wah menarik ini untuk studi banding kesana.
menimba ilmu praktis dari mereka yang berpengalaman.:)
saya pecinta tumbuhan. tp kampung saya begitu kering dan gersang. semoga setelah merbabu, astra akan ke kampung sy. hehe
Beberapa tahun ini neraka seperti bocor dan tumpah ke kota cirebon. Panasnya membuat kulit seperti terbakar, kecuali kampung merbabu. Di tengah panasnya cirebon yang sangat menyengat, hadirnya merbabu seperti percikan surga yang netes di kota udang tercinta ini.
Terimakasih Mbak atas kunjungannya.
Kalau mau pot sepatu bootnya main aja ke Cirebon Mbak. Nanti aku gratiskan buat Mbak. 🙂
Itu harapan Petani Literasi kemarin waktu berkunjung ke AAB. Semoga saja tahun depan. 🙂
Merbabu bisa seperti sekarang melalui proses yang amat panjang. Tidak sekali tepuk. Yang paling sulit adalah periode awal membangun kesadaran masyarakat bahwa menjaga lingkungan adalah sebagian dari manifestasi menjaga iman.
Yuk maennn Tong… 🙂
Kebanyakan akademisi sekarang hanya berkutat pada segudang teori dan traktat.
Padahal guru terbaik adalah pengalaman yang terendap dari realitas. 🙂
Tidak menutup kemungkinan Mbak. Berdoa saja semoga AAB lekas singgah ke kampungnya Mbak. 🙂
Semua daerah bisa menjadi percikan tetes surga. Pertanyaannya: warga mau tidak untuk mengubah neraka menjadi surga? Hehehehe
Wah luar biasa sekali, sangat memotivasi sekali 🙂 , Kalau penerus Bangsa indonesia seperti ini semua, Bung karno Sungguh tidak menyesal telah memerdekakan bangsa ini, hehehehehehe , Jadi inget seorang guru dari Cirebon juga, Beliau Menyulap Sampah Menjadi bahan bakar ( Bensin ) , semoga orang yang membuang sampah sembarangan bisa termotivasi (Teruntuk saya ), untuk tidak membuangnya, tapi membuatnya menjadi emas 😀 hihihihihi
"Citranya" kota itu beralas beton, tanpa tanah tanpa pohon. Tapi, tidak untuk Merbabu. Sepotong kue dari bulatan kota nun konon akan menjadi metropolitan. Dan AAB bilang "mari nikah biar anak kita banyak, secerah pagi 'ku". Harmonisnya, hmmm. Inspiratif mas anwar!
Waw ini sangat bagus sekali patut di tiru oleh masyarakat kuningan dan sekitarnya.
Khususnya di Ciawigebang, kampung iklim seperti ini akan sangat membantu mengurai volusi dari berbagai muntahan limbah yang ada ya, Gung?
Rabbana ma khalaqta hadza batila. Tak ada satupun hal di kolong langit ini yang diciptakan Tuhan tanpa mempunyai nilai manfaat. Tugas manusia adalah meneropong manfaat dari setiap fenomena yang berkelebat dalam kehidupan. Termasuk di antaranya sampah. 🙂
Terimakasih Anam. Mulai detik ini sepertinya warga kota harus mulai memaknai ulang arti metropolitan. Kalau arti metropolitan hanya melulu dipahami sebagai penanaman hutan-hutan beton & semen yang tak ramah alam, saya lebih setuju Cirebon tak perlu mengemban predikat metropolitan. 😀
Mas Agung: Kuningan bagi Cirebon ibarat Bogor bagi Jakarta. Cirebon akan sesak nafas tanpa kehadiran paru-paru oksigen segar yang berhulu di Kuningan. Sayangnya kini, kota kuda juga mulai menanami gunung-gunungnya dengan beton dan penggundulan hutan.
Deian, Ciawigebang itu Kuningan rasa Cirebon: panas, kumuh, kotor, dan bau. Sepertinya harus segera menerapkan kampung Merbabu di sana deh. 😀
Coba Saja setiap Desa / Kelurahan seperti merbabu. mungkin setiap desa di indonesia adi tempat pariwisata CMWIIW
Thanks Sob Artikelnya sangat inspirtif. Boleh ya ninggalin Jejak Visiiit —- Aplikasi-Apk.com
Merbabu sebagai kampung iklim dan bhinnekapatut di acungi jempol, sangat menginspirasi untuk lebih mencintai lingkungan
Tampaknya yang terpatri di benak orang-orang Cwg, daerah yang maju adalah yang ditanami pohon beton nan megah. Benar-benar kampung Merbabu ini sangat menginspirasi.
Cirebon, sejengkal lagi, akan menjadi destinasi wisata layaknya Bali dan Jogjakarta. Insya Allah. 🙂
Inspirasi itu akan jauh lebih bermakna jika diaplikasikan di daerah masing-masing. 😀
Inspiring. Educating. Supporting.:)
kampung merbabu telah melaksanakan salah satu prinsip agama bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman.
semoga di seluruh area cirebon bisa terinspirasi dari desa merbabu..
inspiring banget moga bisa dicontoh daerah lain
Terimakasih. 🙂
Betul. Lingkungan yang terawat akan melahirkan iman yang kuat. 🙂
Ammmin. 🙂
Semoga.. 🙂
Sangat menginspirasi :))))
Terimakasih. 🙂
wah, lengkap banget mas…
jadi pengen ke lampung nih 🙂
Ini di Cirebon Mas. Bukan di Lampung. 🙂
Lingkungan yang bersih dan asri merupakan dambaan bagi setiap warga masyarakat yang menempati suatu pemukiman. Masalah-masalah yang kerap mengganggu kesehatan warga suatu pemukiman sering kali berasal dari kurangnya kualitas kebersihan dari warga dan lingkungannya. Melihat kampung merbabu dari artikel ini sungguh sangat menginspirasi sekali untuk kampung-kampung yang lain, ini merupakan contoh kampung yang peduli akan lingkungan. Semoga kampung-kampung yang lain bisa mengikuti jejak kampung merbabu ini terutama di lingkungan tempat saya tinggal. Amiin
Waah kampung merbabu sangat menginspirasi, kampung yang cinta alam dan kampung yang menjunjung tinggi kebhinnekaan. Di tengah perkembangan kota Cirebon yang makin hari kian berkembang, kota Cirebon yang dulu dikenal dengan sebutan kota wali dan kota udang, namun hari ini nampaknya sebutan itu tak relevan lagi disematkan di kota ini, karena Cirebon berambisi menjadi kota persinggahan dengan banyak tumbuhnya hotel dan mall saat ini. Kampung Merbabu juga dapat dijadikan sebagai contoh kampung toleransi antar umat beragama, karena akhir-akhir ini toleransi dirasa sesuatu yang sulit dilakukan oleh manusia di negeri ini. Semoga kampung merbabu menjadi inspirasi untuk kampung-kampung lain di Cirebon pada khususnya. Aamiin
Teladan yang patut jadi inspirasi pembangunan sejati. Jadi teringat gerakan bangun desa nya Dr. Yansen. TP di Kalimantan. Berapa banyak dari kita suka nyampah dimana-mana. Sementara sadar lingkungan masih jadi barang mewah?. Slogan bersih itu indah pantas di kalungkan rombongan keren Secercah Pagi. Kapan desa turut tercerahkan secerah secercah pagi??
Kalau di Merbabu kesadaran itu muncul dari masyarakat akar rumput yang merasa gerakan menangani lingkungan adalah gerakan semesta. Jika di kampung kita, gerakan ini musti dipelopori dari atas (pemerintah desa). Jika tidak, kesadaran itu nyaris mustahil muncul. Menunggu kesadaran tumbuh di masyarakat kita bak menunggu Israfil meniupkan sangkakala. Hahahah
Kalangan (terutama media massa) yang menyebut Cirebon sebagai hotspot para teroris harus segera dikoreksi. Klaim tidak bisa digeneralisir macam itu hanya lantaran satu dua kasus yang karitatif. Kampung Merbabu, dan ratusan kampung lain di kota maupun kabupaten Cirebon, sanggup menjadi bukti bahwa toleransi dan kebhinnekaan sanggup meresap dan menjadi nilai tertinggi yang dianut warganya.
Pertanyaan "kapan" itu kurang relevan. Karena pertanyaan "kapan" hanya menyimpan harapan demi harapan yang entah kapan terjadinya. Kalimat yang paling relevan mungkin demikian: "ayo kita kloning Merbabu di kampung kita masing-masing mulai detik ini juga". 🙂
Wah keren banget pak Chaidir dkk 🙂
saya harap bisa punya niat dan semangat kuat seperti beliau untuk mengentaskan masalah lingkungan dikampung saya :')
Terutama sungai, yang sekarang tak jauh beda dengan got, menjadi tempat pembuangan limbah pabrik :')
Semangat dan kesadaran warga kampung Merbabu (Bapak Chaidir dkk) memang dahsyat. Sudah sepatutnya kampung-kampung lain di kota ini menjadikan Merbabu sebagai kiblat percontohan lingkugan.
membaca feature ini seperti lagi mendengarkan mas sedang presentasi. tiga jempol untuk mas anwar!
mantab jiwa..!! semoga kampung Merbabu dapat menginspirasi semua kapung-kampung di nusantara.
Yuk diskusi lagi Sel…
Ammiiin.
Lazimnya, doa fotografer itu cepat didengar langit. 🙂
saya orang cerbon ko blm tau berita ini yaa
Mungkin masnya yang kurang piknik. 😀
klo liat sampah inget kampung hlmn sndiri
Gus Anwar, salahsatu orang yang menginspirasi saya dalam hal Dunia tulis-menulis. Dalam membaca setiap karyanya, saya tak pernah mandek ditengah jalan, selalu sampai pada akhir penghujung. Tulisan dengan tajuk "Melacak Jejak Astra di Kampung Iklim Nan Bhineka" diatas, seperti karakter kepribadian Gus, selalu menginspirasi. Dan catatannya diatas kembali berhasil memberikan inspirasi itu. Saya yakin, sesorang yang membacanya pasti merasa tertusuk relung jiwanya, menohok akal sehatnya. Dalam soal Kota Cirebon yang dengan Jargon RAMA(HIJAU), karya Gus ini menguliti – kalau tidak mengecam- secara tidak langsung para raja – raja baru itu. Karena jargon tinggalah jargon! Beruntung, Cirebon memiliki warga-masyarakat yang 'tercerahkan' akan kondisi sosial-lingkungannya. Lagi – lagi, mereka yang berada di 'pinggiran' yang mendobraknya. Terima kasih "Merbabu", terima kasih komunitas Secercah Pagi. Terahir, selamat kepada Gus Anwar, berhasil membawa para pembacanya berimajinasi seolah – olah mengelilingi kampung Merbabu. Terahir, semoga menjadi nominasi lomba Astra. Saya percaya!
Keren, ini calon juara!!
Miris ya Hanyyatul?
Saya hanya bisa mengamininya Mas. 🙂
Terlepas dari pelbagai hiperbola yang ditebarkan saudara Efri, saya mengucapkan segumpal terimakasih untuk apresiasinya yang cukup tajam. Saya mengamini beberapa titik tekan yang Efri sampaikan. Bahwa kadang idealisasi program dari para raja-raja kecil bentukan otonomi daerah itu akan membusuk menjadi sebatas jargon yang mini aksi. Ketika kota ini menebar jargon Hijau, misalnya, pencemaran lingkungan dalam segala lininya justru terjadi secara massif, gigantis, dan di(ter)legalkan. Atas nama apapun. Begitu juga dengan kabupaten. Ketika rajanya dengan jumawa menggelontorkan jargon Cirebon Daerah Layak Anak, misalnya, angka kejahatan yang korban maupun pelakunya merupakan anak-anak justru menempati posisi yang cukup signifikan. Statistik kadang memang mengandung kebenaran yang “bohong”. Kebenaran yang tak faktual dan tak hakiki. Untuk membuat antitesis terhadap jargon yang kadang kepalang manipulatif itu, gerakan sipil yang digdaya memang sangat diperlukan. Saya percaya, membangun Indonesia tak hanya bisa dimulai dari pusat pemerintahan maupun jantung kota-kota besar. Membangun Indonesia yang bersih, cerdas, dan beradab, justru paling ampuh jika dimulai dari pinggiran dan pelosok-pelosok yang selama ini jarang terdeteksi oleh master-plan pembangunan. Warga pinggiran kota yang terletak di kampung Merbabu sudah mulai menyalakan lilin perubahan dari pinggiran itu. Kini tinggal menunggu gerakan serupa bersemi dan membiak di sekujur kampung-kampung pinggiran di tanah tercinta ini.
Jika kita baik kepada semesta . Pun dengan semesta yg akan memberikan kita banyak hal yg nermanfaat. . Yg terpenting adlah kemauan. . Smoga semangat nya bisa tertular utk diri saya pribadi dan smwa orang agar lwbih sadar lingkungan. . Salam lestari 😃😊
Mestakung: semesta mendukung. Para pegiat lingkungan itu pasti diberkahi semesta.
Terimakasih atas kunjungannnya. 🙂
Bravo Merbabu! Bravo Astra!
Kok penulisnya nggak disebut? 🙂
Mantap sekali…
Ini pelajaran tentang kehidupan.
Kami ingin belajar.
Mas M. Khoirul Anwar KH jangan bosan bosan membuat artikel atau tulisan yang menginspiratif. Supaya kami bisa belajar. Hehehehe
Sukses mas, kang yai!
Terimakasih Mas Shobirin.
Ayo sama-sama belajar Mas. 🙂
Insya Allah.
Saya tidak bisa sering menulis.
Tapi saya pasti akan terus menulis.
Duh… gimana ya caranya bikin kampung seindah ini?
Sungguh langkah yang pasti, sistem yang di rinci sedemikian rupa hingga menghasilkan sesuatu yang tak disangka. Pendapatan ekonomi yang berarti. Mengajarkan untuk lebih menjaga kebersihan dan tidak menyianyiakan sesuatu yang sebenarnya masih berguna. Saya salut dengan kelurahan ini. Saya bisa.membayangkan betapa lelahnya berjuang di awal hingga sampai di titik tersebut. Bravoo.. Semoga menginspirasi masyarakat lainnya khususnya warga cirebon kota sendiri yang sangat dikhawatirkan bisa menjadi kota metropolitan yang tidak seimbang akan kebersihannya.
Wahh sangat menginspirasi kan sekali itu.berawal hanya dari orang satu sampai orang banyak yang mau berpatisipasi.
Dua jempol untuk bapak chaidir sudrajat beserta istri dan untuk desa merbabu (Y) (Y).
Ini hasil yang biasa saja mas,
jika seseorang mau bergerak mewujudkan harapannya itu.
Namun hanya sedikit orang yg mau bergerak untuk itu,
Dan mereka mau untuk bergerak mewujudkannya,
munkin itulah yg luar biasa……. 😀
MANTAPPP
Semoga menular….
Astra sudah membuka pintu kemudahan bagi orang yang ingin mengubah kekumuhan menjadi kesejukan. Seperti apa yang terjadi di kampung Merbabu itu. Teruslah menjadi perusahaan yang mengayomi masyarakat.
Dimulai dari skala terkecil Mas. 🙂
Akibat intensitas hujan dan kian tergerusnya lahan resapan, semalam beberapa titik di Kota Cirebon mengalami banjir parah. Bahkan ketinggian air hingga di atas paha orang dewasa. Satu hari sebelumnya, di beberapa titik Kabupaten Cirebon juga mengalami banjir yang tak kalah hebat. Cuma pangkal masalah yang di Kabupaten bukanlah minimnya lahan resapan, melainkan meluapnya sungai Ciberes yang membanjiri area Kecamatan Waled, Pabuaran, Babakan, hingga Gebang. Luapan sungai ini berasal dari pasokan debit air sungai Ciberes yang berhulu di Kuningan. Bercermin dari dua fakta yang faktual itu, rasa-rasanya menjadikan Merbabu sebagai kiblat percontohan destinasi ramah lingkungan benar-benar urgen dan relevan.
Pak Chaidir dkk telah menyalakan lilin di tengah semesta kegelapan lingkungan.
Terimakasih atas kunjungannya. 🙂
Betul. Saya setuju poin itu.
Sebenarnya yang dilakukan oleh warga Merbabu hal yang lumrah dan biasa saja. Tapi karena kini kesadaran untuk seperti itu kian minim dan langka, langkah warga Merbabu dalam mencintai lingkungannya menjadi laku yang luar biasa.
Ada 4 sebenarnya pilar CSR Astra Mas. Yaitu: 1) pendidikan, 2) lingkungan, 3) income generating activities (IGA), dan 4) kesehatan. Tulisan saya kebetulan hanya membahas yang lini lingkungan saja. Mungkin di lain kesempatan saya akan mengulas tiga pilar yang lainnya.
Saya yakin harapan Mas Teguh akan senantiasa direalisasikan pihak Astra melalui pelbagai terobosan program kontribusi sosialnya.
CSR bagi perusahaan itu ibarat zakat bagi orang Islam. Hukum CSR itu wajib seperti halnya hukum zakat. Oleh karena itu, disadari atau tidak, astra telah mengamalkan rukun islam nomor tiga.
andai banyak perusahaan-perusahaan dinegeri ini yang mau meniru jejak astra tentu mimpi perubahan itu akan terealisasi dengan nyata
Semoga Allah Mengabulkan lamunanku malam ini, yang menginginkan kampung halamanku (Pondok Kelapa Kalimalang) menjadi seperti Merbabu.
Tapi kapan yaa? hahaha
Setuju Mas. 🙂
Semoga spirit kontribusi sosial Astra menginspirasi perusahaan-perusahaan raksasa lainnya ya Mas?
Jangan pesimis Mas Hizkil. Upaya menuju ke sana terbentang lebar bila kita mau memulainya dari skala kecil.
Saya berdoa mudah-mudahan tahun ini Astra akan singgah di Kalimalang. Semoga saja ya? 🙂
kapan astra mampir ke kampung saya di desa kreyo, kecamatan klangenan, kab. cirebon? di kampung saya kesadaran pemuda dan masyarakat sudah sangat bagus, hanya saja tidak ada mentor atau pendamping yang bisa memberdayakan masyarakat sehingga sanggup menjadikan sampah sebagai lahan ekonomi kreatif seperti warga merbabu. saya tunggu kedatangannya ya? kami akan sambut dengan baik seluruh kontribusi sosial astra di kampung kami. hehehehe
Seperti disinggung dalam feature di atas, Mas Iyus sudah menjelaskan bahwa: pada dasarnya Astra senantiasa terbuka untuk bersinergi dengan siapapun. Sepanjang pengetahuan saya juga demikian. Perwakilan Astra di Cirebon begitu apresiatif dan responsif terhadap ide-ide kreatif warga yang berkaitan dengan pemberdayaan manusia maupun lingkungan. Coba saja sesekali sempatkan datang bersilaturahmi ke kantor AAB di bilangan Kartini. Insya Allah sepulang dari sana akan mendapat "pencerahan" yang diharapkan. 🙂
Itu tugasmu untuk mengubah sedikit demi sedikit mindset warga Ciawigebang. 🙂
Terlepas dari kemungkinan-kemungkinan yg diharapakan, kisah merbabu ini menjadi cermin bagi siapa saja yang membacanya. Semoga, dgn atau tanpa bantuan perusahaan kesadarn akan lingkungan pendidikan dan kesehatan menjdi bagian dari kt semua.
Salam hangat selalu kang anwar,terimaksih atas kisahnya.
Terimakasih Mas/Mba Anonim atas kunjungannya.
Saya setuju dengan poin Anda.
Mari tumbuhkan kesadaran itu di lingkungan terkecil dan terdekat kita.
Agar kesadaran yang demikian sanggup menjadi gerakan semesta.
Liputan yang bermanfaat dan membuahkan hasil ya mas. Congrats :))
Kapan kita liputan bareng dan foto bareng? #eh
rukunseniorliving.com panti jompo elit